November 15, 2012

Jalan Layang Tol VS Transportasi Massal

Rencana pembangunan 6 ruas jalan tol banyak menuai kritik dan protes dari berbagai kalangan khususnya pengamat transportasi di Jakarta. Proyek ini dianggap tidak konsisten dengan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menetapkan untuk mengembangkan transportasi massal di Jakarta. Proyek jalan tol yang diprakarsai oleh Jakarta Tollroad Development (JTD) ini diperkirakan akan menghabiskan Rp42 triliun ini akan dilaksanakan melalui beberapa tahap: 

Semanan-Sunter sepanjang 20,23 km                                                        Sunter-Pulo Gebang sepanjang 9.44 km
Duri Pulo-Kp. Melayu sepanjang 12,65 km
Ulujami-Tn. Abang sepanjang 8,70 km
Kemayoran-Kp, Melayu sepanjang 9,60 km
Ps. Minggu-Casablanca sepanjang 9,15 km
Dengan total panjang ruas 69,7 km jalan tol ini akan membentang di seluruh penjuru Jakarta. (Sumber data: Laporan JTD )

Dengan proyek sebesar ini, benarkah pembangunan jalan tol harus dilakukan sebagai solusi menangani kemacetan di Jakarta?
Berdasarkan studi ITDP, pembangunan jalan tol didalam kota telah dianggap sebagai ide usang di negara-negara maju karena jalan tol didesain untuk kendaraan yang lebih besar dan tidak dapat memindahkan orang seefektif jalan-jalan non tol di kota untuk melayani jarak-jarak pendek serta menurunkan nilai properti disekitarnya. Di Seoul, Pemerintah Kota memutuskan untuk meruntuhkan jalan tol dan merehabilitasi jalan di wilayah Cheonggyecheon untuk dipulihkan yang semula merupakan area kumuh dibawah jalan tol menjadi sebuah taman kota dengan ruang publik yang besar dan trotoar yang ramah bagi pejalan kaki. Di Milwaukee AS, keputusan untuk menghancurkan jalan tol dibuat karena biaya yang dibutuhkan untuk meruntuhkan jalan tol lebih sedikit dibandingkan untuk mempertahankan tol dengan biaya operasionalnya yang tinggi. Lebih dari itu, pembongkaran jalan tol ini telah melahirkan 6 hektar area yang dapat digunakan sebagai wilayah pembangunan baru yang berpotensi meningkatkan pemasukan untuk kota. (Baca "The Life and Death of Urban Highways").

Jalan tol yang dibangun di dalam kota akan merusak esensi kota sebagai pusat budaya dan perdagangan. Pembangunan tol akan mengurangi kapasitas kota untuk menghubungkan orang-orang dan memberikan dukungan yang lebih sedikit kepada interaksi manusia dan aktivitasnya. Merevitalisasi kota dengan jalan tol bukanlah solusi dan sebaliknya dampak-dampak yang dihasilkan umumnya merusak baik dari segi teknis dan sosial. Secara teknis, jalan tol didesain untuk mengurangi interupsi dan memiliki akses yang terbatas. Namun desain ini tidak sesuai dengan jalan-jalan di dalam kota yang padat dan saling terhubung. Jika jalan tol dipaksakan untuk dibangun, maka akan terjadi hambatan di banyak titik yang akan menghasilkan titik-titik kemacetan baru yang memperlambat aktivitas orang-orang didalamnya.

Selain itu, orang-orang yang tinggal di pinggir koridor ruas jalan tol akan terkena dampak langsung yang kemungkinannya sangat merusak. Selain dampak lingkungan dari polusi yang dihasilkan, akses mereka terhadap jalan akan sangat terbatas, toko-toko yang berada di sekitar jalan tol akan kehilangan pelanggan dan harga lahan disekitarnya akan turun seiring dengan munculnya area-area kumuh di bawah jalan layang.

Banyak argumen yang dapat digunakan untuk menolak jalan layang tol dalam kota, dan sudah selayaknya pemerintah segera memfokuskan diri untuk mengembangkan transportasi yang lebih memprioritaskan orang ketimbang mobil pribadi. Solusi untuk mengembangkan transportasi massal merupakan solusi yang masuk akal, sensitif, dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat di Jakarta. ITDP memberikan proposal pengembangan Transjakarta sebagai transportasi massal dengan mengintegrasikan Metromini dan Kopaja kedalam sistem Transjakarta beserta revitalisasi dan telah diterima dengan baik oleh gubernur DKI Jakarta. Jika alokasi dana tol layang dapat digunakan oleh Transjakarta, dana tersebut akan digunakan untuk mengoptimalkan Transjakarta hingga mengangkut 1,5 juta penumpang per hari, dengan rinician Rp 3,5 trilyun untuk ekspansi halte hingga tiga kali lipat dan mengatasi stasiun pengisian bahan bakar yang langka dengan membeli 10 SBBG dengan nilai Rp 250 milyar. Sementara itu, Rp 12 trilyun dapat digunakan untuk penambahan 1.000 armada transjakarta dengan tiga kali peremajaan selama 20 tahun. Sementara, sisanya Rp 26 trilyun bisa untuk menggratiskan Transjakarta. Anggaran tersebut digunakan untuk menutup biaya operasional dan manajemen bus selama 20 tahun.

Solusi ITDP untuk Transjakarta

Berita Terkait:

Inner city toll road plan: Poor logic

Jokowi Setuju Kopaja Masuk Jalur Busway

Jokowi: 2013 Metromini dan Kopaja masuk jalur TransJakarta

Metromini dan Kopaja Diusulkan Masuk Jalur Busway

Dana Rp42 Triliun Dinilai Lebih Baik untuk Transjakarta

Pengamat: Negara Maju Hancurkan Jalan Layang, Indonesia Kok Baru Bangun

 

 

 

 

Subscribe

Sign up for updates on our projects, events and publications.

SIGN UP
Send this to a friend